Sebuah Kisah Seputar Keutamaan NIAT
Assalamualaikum Warohmatullahi Wa Barokaatuhu
Berikut adalah sebuah kisah menarik seputar KEUTAMAAN NIAT, kisah ini saya kutip dari kitab Riyadhus Salihin karangan iman An-Nawawi. Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita.
Berikut adalah sebuah kisah menarik seputar KEUTAMAAN NIAT, kisah ini saya kutip dari kitab Riyadhus Salihin karangan iman An-Nawawi. Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita.
Dari Abu Abdur Rahman, yaitu
Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma,
katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada tiga orang dari
golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian ,
sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam,
kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah
batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka.
Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau
semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua
berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu
yang baik-baik.
Seorang dari mereka itu berkata: "Ya
Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut
usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum
keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian
pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud
daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua
orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus
memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah
tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan
minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau
hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun
mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya,
sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis
kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya.
Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. YaAllah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niatbenar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang
sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini." Batu besar
itu tiba- tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar
dari gua.
Yang lain berkata: "Ya Allah,
sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita - jadi sepupu
wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian
manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai
kecintaan orang- orang lelaki yang amat sangat kepada wanita -
kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu,
sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. Iapun mendatangi
tempatku, lalu saya memberikan seratus duapuluh dinar padanya dengan
syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku
-maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian
itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain
disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya -
sepupuku itu lalu berkata: "Takutlah engkau
pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini
adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku
ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkawinan yang sah -,
lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta
bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya
biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang
sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka
lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar
itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat
keluar dari dalamnya.
Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya
Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan
upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan
upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga
ber-tambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada
suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah,
tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang
engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang
berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai
hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab:
Saya tidak memperolok-olokkan engkau.
Kemudian orang itupun mengambil segala
yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang
ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian inidengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari
kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu lalu
membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu. (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Ada beberapa kandungan yang
penting-penting dalam Hadis di atas, yaitu:
(a)
Kita disunnahkan berdoa kepada Allah di
kala kita sedang dalam keadaan yang sulit, misalnya mendapatkan
malapetaka, kekurangan rezeki dalam kehidupan, sedang sakit dan
lain-lain.
(b)
Kita disunnahkan bertawassul dengan
amal perbuatan kita sendiri yang shalih, agar kesulitan itu segera
lenyap dan diganti dengan kelapangan oleh Allah Ta'ala. Bertawassul
artinya membuat perantaraan dengan amal shalih itu, agar permohonan
kita dikabulkan olehNya. Bertawassul dengan cara seperti ini tidak
ada seorang ulamapun yang tidak membolehkan. Jadi beliau-beliau itu
sependapat tentang bolehnya. Juga tidak diperselisihkan oleh para
alim-ulama perihal bolehnya bertawassul dengan orang shalih yang
masih hidup, sebagai-mana yang dilakukan oleh Sayidina Umar r.a.
dengan bertawassul kepada Sayidina Abbas, agar hujan segera
diturunkan. Yang diperselisihkan ialah jikalau kita bertawassul
dengan orang-orang shalih yang sudah wafat, maksudnya kita memohonkan
sesuatu kepada Allah Ta'ala dengan perantaraan beliau-beliau yang
sudah di dalam kubur agar ikut membantu memohonkan supaya doa kita
dikabulkan. Sebagian alim-ulama ada yang membolehkan dan sebagian
lagi tidak membolehkan. Jadi bukan orang-orang shalih itu yang
dimohoni, tetapi yang dimohoni tetap Allah Ta'ala jua, tetapi
beliau-beliau dimohon untuk ikut membantu mendoakan saja. Kalau yang dimohoni itu orang-orang yang sudah
mati, sekalipun bagaimana juga shalihnya, semua alim-ulama Islam
sependapat bahwa perbuatan sedemikian itu haramhukumnya. Sebab hal
itutermasuksyirikatau menyekutukan sesuatu dengan Allah Ta'ala yang
Maha Kuasa Mengabulkan segala permohonan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Namun demikian hal-hal seperti di atas hanya merupakan soal-soal furu'iyah (bukan akidah pokok), maka jangan hendaknya menyebabkan retaknya persatuan kita kaum Muslimin.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wa Barokaatuhu
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wa Barokaatuhu
Comments
Post a Comment